Pages

Sunday, March 20, 2016

Bis Kota, Kopi legendaris dari Jatinegara



Aroma kopi menyengat sepuluh meter sebelum kaki ini sampai menuju toko. Bau khas jenis tanaman palawija itu begitu menusuk hidung. Nikmat tak bisa terlepas ketika aroma kopi itu menyegarkan napas di tengah campur aduk bau pasar Jatinegara, Jakarta Timur.

Bagi warga asli sekitar Jatinegara atau pendatang yang telah lama mendiami daerah dikenal bekas pendudukan Meester Cornelis itu, Kopi Bis Kota sudah akrab di telinga. Ya, kopi itu begitu tersohor dan legendaris di Jatinegara. Tinggal tanya para tukang parkir, dengan jelas mereka menunjukkan lokasi toko kopi milik Martono itu.

"Mas masuk ke dalam, terus belok kanan sampai mentok kemudian lurus dan belok kanan lagi," ujar seorang juru parkir menunjukkan jalan menuju Toko Kopi Bis Kota di Jalan Pintu Pasar Timur No 40, Jumat siang pekan kemarin. Nama toko itu bukanlah Bis Kota melainkan Toko Sedap Jaya Wong Hin. Namun, cukup bilang Kopi Bis Kota, orang sudah mahfum dan langsung menunjuk lokasinya.



Mesin penggiling kopi itu terdengar gemuruh di tengah para pembeli. Lima orang pelayannya, sibuk melayani pelanggan. Di meja depan, tertumpuk bungkusan kopi ukuran 250 gram. Sedangkan bagian dalam, tumpukan karung berisi biji kopi itu tertata dengan rapi. Sesekali, pekerja toko itu menyerok biji kopi dalam karung. "Arabika 1 kilo," teriak seorang pembeli. "Kalau yang ini harganya Rp 10.800 kalau yang itu kopi robusta super Rp 11 ribu," ujar menantu Martono Widjaja kebetulan sedang menjaga toko.

Martono keluar usai dia menerima tamu. Dia kemudian menuju ke arah pembeli sambil berbincang sejenak. Lelaki berusia 81 tahun itu merupakan generasi kedua Kopi Bis Kota. Pendirinya ialah mendiang orang tua Martono. Menurut Martono, bisnis Kopi Bis Kota dimulai sejak tahun 1939 oleh kedua orang tuanya. Awalnya bernama Kopi Terompet.

"Dulu namanya Kopi Terompet. Kan dulu di atas mobil truk itu ada terompetnya," ujar Martono. Meski usianya 81 tahun, namun Martono Widjaja masih terlihat bugar. Dia juga salah satu pencinta kopi robusta. Dulu waktu dia muda, paling tidak satu teko berisi kopi dia habiskan setiap hari. "Dulu ya minum satu teko itu. Saya suka kopi dingin" katanya sambil menunjuk teko air minum di dalam rumahnya.

Kopi terompet memang menjadi cikal bakal Kopi Bis Kota hingga saat ini. Sejak usaha orang tuanya diteruskan oleh Martono, tahun 1970 sampai 1980 merupakan puncak kejayaannya. Saban hari dia menghabiskan 2 ton biji kopi untuk di jual. Bungkusnya pun tak berubah. Kertas sampul berwarna cokelat merupakan ciri khas Kopi Bis Kota. Gambarnya sebuah bis dengan nomor polisi B 1943 D.



Tulisannya Kopi Wahid No 1 Bis Kota 'Kopi Pilihan dari Djawa Jang Paling Baik, Terdjual di mana-mana warung. Tergiling dan terbungkus di DJL Pintu Besar Timur 40'. "Dulu itu sehari bisa menghabiskan dua ton. Baru buka toko pembeli sampai ngantri," ujarnya.

Untuk menjaga kualitas rasa, Martono memang tidak mengubah racikan mendiang orang tuanya. Biji kopi pilihan dia ambil dari beberapa tempat. Sedangkan buat menggoreng biji itu dia serahkan ke daerah Tangerang. Sebab, dia tak memiliki lahan lagi untuk untuk meng-roast biji kopi. "Kalau di sini sekarang sudah tidak boleh," katanya. Bahkan saat ini dia mengaku jika biji kopi dia beli sudah dalam bentuk jadi dari pabrik.

0 comments:

Post a Comment